Selasa, 23 Juni 2015



LEKASAN PARI DI DESA MENJANGAN, SUBAH, BATANG
(SEBUAH TRADISI MENJELANG PANEN PADI)

LAPORAN PENELITIAN
Disusun Guna MemenuhiTugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
DosenPengampu : M. Rikza Chamami, M.S.I.
Hasil gambar untuk logo uin walisongo
Disusun oleh :
Lailina Zulfa (123411059)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015 


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pulau Jawa sebagai pulau paling padat penduduknya di Indonesia menjadi salah satu sentra penghasil padi. Di tengah masyarakat Jawa, padi merupakan makanan simbol kemakmuran pada masanya. Hal itu karena pada zaman dahulu nasi beras hanya dikonsumsi oleh kaum bangsawan. Ada pun rakyat jelata mengkonsumsi nasi yang terbuat dari jagung, ketela pohon, dan sebagainya.
 Seiring perkembangan zaman, nasi tak lagi menjadi barang istimewa. Kini sebagian besar petani menanam padi. Semua orang bisa menikmati beras dengan ragam kualitas dan jenisnya.
Di salah satu daerah di Jawa Tengah, tepatnya di Desa Menjangan, Subah, Batang, terdapat tradisi unik yang mana menjelang panen padi, para petani melakukan ritual Lekasan Pari. Hal itu dilakukan sebagai wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan rizki-Nya. Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dimuat sedikit ulasan mengenai tradisi Lekasan Pari tersebut.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tradisi Lekasan Pari?
2.      Bagaimana pelaksanaan ritual tradisi Lekasan Pari?
3.      Bagaimana interelasi nilai kebudayaan Jawa-Islam dalam tradisi Lekasan Pari?
C.       Tujuan Penelitian
1.         Untuk mengetahui definisi tentang tradisi Lekasan Pari?
2.         Untuk mengetahui pelaksanaan ritual tradisi Lekasan Pari?
3.         Untuk mengetahui interelasi nilai kebudayaan Jawa-Islam dalam tradisi Lekasan Pari?




BAB II
LANDASAN TEORI
Untuk mendukung pembuatan laporan penelitian ini, maka perlu dikemukakan hal-hal atau teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup pembahasan sebagai landasan dalam pembuatan laporan ini.
Definisi Tradisi Lekasan Pari
1.      Tradisi     
Secara etimologi istilah tradisi berasal dari bahasa Latin “traditio” yang berarti diteruskan atau “traditium” yang berarti warisan dari masa lalu[1]. Ada pun secara terminologi,  tradisi merupakan adat kebiaaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat.
2.      Lekasan Pari
Istilah “lekasan” dalam bahasa Jawa berasal dari kata “lekas”. Lekas berarti mulai. Ada pun ketikan mendapat akhiran –an, artinya adalah sedang memulai. Ada pun “Pari” merupakan istilah yang beraal dari bahasa Jawa yang berarti padi. [2] Maka bisa disimpulkan bahwa “lekasan pari” adalah saat dimana padi telah mulai (lekas), maksudnya mulai menguning, berumur, dan sudah bisa mulai untuk dipanen.
Merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Tradisi Lekasan Pari adalah Sebuah adat kebiasaan yang telah dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang untuk petani melakukan beberapa ritual sebagai tanda syukur kepada yang Maha Kuasa atas limpahan rizki-Nya saat tanaman padi sudah mulai menguning dan siap panen.








BAB III
KONDISI LAPANGAN (TRADISI KHAS)

A.      Sesaji / Ubarampe dan Waktu Pelaksanaan Tradisi Lekasan Pari
1.      Sesaji
Sebagaimana kebiasaan masyarakat Jawa pada umumnya, dalam tradisi lekasan pari, sesaji yang digunakan bermacam-macam bentuk dan fungsinya. Dalam hal lekasan ini, sesaji / persembahan ditujukan kepada Dewi Sri (Dewi penjaga padi) Adapun wujud sesaji antara lain :
a.       Nasi tumpeng
Nasi tumpeng ini berupa nasi putih yang dicampur gudhangan (campuran sayur-sayuran yang direbus dan diurap). Sayur- sayurannya terdiri dari kacang panjang, , kubis, dan tauge. Sedangkan bumbunya terdiri dari parutan kelapa muda, cabai, bawang merah, bawang putih, garam, dan sedikit gula. Bumbu – bumbu tersebut dihaluskan, dibungkus daun pisang kemudian dikukus. Setelah matang, bumbu dicampurkan dengan sayur rebus tadi. Setelah itu, sayur dan nasi pun dicampur merata kemudian dikukus. Setelah matang, nasi yang sudah tercampur sayur pun dibentuk mengerucut menjadi tumpeng.
b.      Lauk
                           Lauk terdiri dari ayam goreng yang dipotong tiap bagian anggota tubuhnya. Bagian tubuh yang digunakan antara lain: kepala, dada, sayap, dan paha. Selain ayam goreng, lauk lainnya adalah dua bua
h tempe goreng, dua buah tahu goreng, dan dua buah ikan asin.
c.       Jadah (jajanan khas Jawa)
Jadah merupakan makanan/jajanan yang biasa digunakan orang Jawa dalam menyambut tamu. Jadah ini bisa berupa makanan ringan maupun aneka jajanan basah. Bentuk dan jenisnya beragam..
Ada pun jadah yang digunakan sebagai sesaji adalah: gemblong (ketan rebus yang ditumbuk kemudian diiris dalam bentuk belah ketupat), lepet (ketan rebus yang dibungkus menggunakan daun bambu kemudian diikat menggunakan tali yang terbuat dari bambu), ketupat ketan (sebagaimana ketupat pada umumnya, namun terbuat dari ketan), cucur (makanan dari tepung beras yang ditumbuk halus, dicampur gula jawa yang dicairkan kemudian digoreng berbentuk bulat), serabi, krecek (rengginang), dll.
2.      Ubarampe/ perlengkapan
a.       Kemenyan
Kemenyan adalah hal terpenting yang harus tersedia. Kemenyan ini nantinya digunakan untuk mengiringi panjatan doa kepada Dewi Sri sang penunggu padi.
b.      Damen/oman
Damen atau yang disebut oman adalah pohon padi yang sudah tua kemudian di ambil padinya dan dikeringkan. Damen ini diambil dari pohon yang akan dipanen pada keesokan harinya.
c.       Ani-ani/welit
   Ani-ani adalah alat pemotong padi tradisional. Alat ini digunakan sebagai pelengkap yang menandakan bahwa ini akan digunakan untuk memotong pohon padi.
d.      Keris
         Keris yang dimaksud disini adalah yang terbuat dari cabai merah panjang, bawang putih, dan bawang merah, jahe, dll. Bahan – bahan tersebut disusun dan ditusuk menggunakan lidi sedemikian rupa sehingga menyerupai keris.
B.            Ritual/Prosesi pelaksanaan Tradisi lekasan pari
Dalam tradisi lekasan pari, prosesi yang dilakukan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ada etika yang telah diajarkan nenek moyang yang harus diamalkan. Jika prosesi yang dilakukan salah, maka apa yang kita harapkan dari panen bisa jadi tidak akan terkabul justrumenurut kepercayaan bisa menimbulkan bala/musibah. Hal-hal yang harus dilakukan saat prosesi ritual Lekasan pari adalah sebagai berikut:
1.      Waktu pelaksanaan lekasan pari adalah sehari sebelum padi dipanen.
2.      Ubarampe yang telah disiapkan dibawa ke sawah. Rombongan keluarga petani dan anak – anak biasanya mendominasi dan ikut serta dalam lekasan pari. Biasanya dipilih tempat dipinggir sawah/di pinggir batas sawah (Jawa : galengan) untuk dilakukan ritual.
3.      Beberapa tanaman padi dibuka untuk menempatkan ubarampe dan ada yang dijadikan satu. Pemilik sawah duduk bersila atau lenggah kenduri. Di sini terdapat prosesi kenduri dalam skala kecil.
4.      Setelah selesai, pemilik sawah membakar damen dan kemenyan membentuk dupa, setelah itu dipanjatkan doa atau mantra sambil mengelilingkan dupa tadi ke tiap sudut sawah yang padinya akan dipanen tanpa terkecuali. Melalui penelusuran, ditemukan mantra yang digunakan sebabagi berikut:

Amit pasang paliman tabik,
Ilo-ilo dino linepatno saking siku Gusti kang hakaryo bhawono
Danyang Sri Semara Bumi kang mbaureksi sabin … (nama sawah atau desa)
Mbok Dewi Sri pepitu, Kang lumpuh gendongen, kang wuto tuntunen, kulo aturi nglempak saklebeting sabin, ingak sampun kulo ancer-anceri sak pucuking blarak.

Sak sampunipun nglempak, kulo caosi daharan ngabekti; sekul petak gandha arum, gereh pethek sambel gepeng, untub-untub lan sak panunggalanipun. Gandeng anggen kulo titip wiji gugut sewu, wonten ing tegal kabenteran sampun wancinipun sepuh, badhe kulo boyong wonten soko domas bale kencono.

Kaki markukuhan, Nyai markukuhan, kukuhana kang dadi rejekiku. Nyai pakeh lan kaki Pakeh, akehono kang dadi rejekiku, yen ana kekurangane, tukuo neng pasar dieng, lan seksenono ing dino … (nama hari) minggu legi punika.
5.      Setelah selesai, pemilik sawah meninggalkan sesajen di sawah. Hal ini sebagai simbol bahwa pemilik sawah telah ikhlas menyerahkan sesajen kepada Dewi Sri.
6.      Setelah petani pemilik sawah tidak tampak lagi, sesajen boleh dimakan oleh siapa saja yang melihatnya. Biasanya sesajen ini menjadi incaran anak-anak kecil yang memang telah mengikuti pemilik sawah sebelumnya.
BAB 1V
ANALISA LAPANGAN

A.           Pesan implisit Tradisi Lekasan Pari bagi manusia masa kini
Sebagaimana diketahui bahwa lekasan pari adalah simbolisasi ungkapan syukur petani kepada Yang Maha Kuasa. Ungkapan ini termanifstasi dalam bentuk ritual yang mana ritual tersebut adalah warisan budaya leluhur. Seiring perkembangan zaman, tradisi ini semakin jarang ditemui karena manusia modern menginginkan hal yang serba instan dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bersama. Nilai rasa budaya yang seyogianya dilestarikan bersama justru mengalami dekadensi yang signifikan.
Maka dari itu, perlu kiranya memahami pesan-pesan kebaikan yang terkandung dalam sebuah tradisi, khususnya tradisi lekasan pari ini agar kita dan generasi yang akan datang kelak mampu belajar makna kehidupan dari suatu kejadian sekitar. Ada pun beberapa filosofi yang terkandung dalam tradisi lekasan pari antara lain:[3]
1.      Pelaksanaan lekasan pari pada waktu sehari menjelang panen, menandakan bahwa dalam melakukan segala sesuatu, manusia harus mempertimbangkan dengan matang, tidak melakukan sesuatu secara mendadak.
2.      Adanya sesajen berupa nasi yang dibentuk menjadi tumpeng / gunungan. Tumpeng bermakna tumekaning penggayuh, yang artinya keinginan yang ingin diraih. Tumpeng berbentuk kerucut / piramida, dengan puncak seperti gunung. Hal ini bermakna keinginan yang memuncak/tinggi tadi yang harus diraih.
3.      Adanya ritual kenduri. Kenduri diartikan kekendelan ingkang diudhari (keberanian yang dibuka, disampaikan).
4.      Kemenyan yang dibakar, tentunya dipandang sebagai rangkaian prosesi dalam lekasan itu. Dalam menjalankan “ritual” ini harus bisa meluruskan niat bahwa membakar kemenyan tidak ditujukan kepada arwah/ danyang yang mbaureks, akan tetapi tetap kepada Tuhan.
5.      Sesajen yang berjumlah dua, mengingatkan kita akan kekuasaan Tuhan. Bahwasannya Tuhan menciptakan sesuatu secara berpasangan. Selain itu sesajen tersebut terdiri dari makhluk hidup (hewan) dan mati (tumbuhan) dalam perspektif orang Jawa. Hal ini menandakan bahwa manusia akan mengalami dua masa yakni hidup dan mati.
6.      Mengelilingi sawah dari kiri ke kanan melambangkan manusia tentang dua sisi kehidupan. Bahwa kiri (kejahatan) pasti akan dikhiri kanan (kebaikan)
7.      Pembagian sesajen mengajarkan tentang arti bersosialisasi, dll.
B.       Interelasi Tradisi Lekasan Pari dengan konsep ajaran Islam
Telah dipaparkan bahwa dalam tradisi lekasan pari, ditemukan beberapa ritual yang sarat makna kebajikan dan kearifan. Apabila dikaji secara mendalam, ternyata dalam tradisi lekasan pari mengandung banyak nilai keislaman, a.l.:
1.      perilaku bersyukur (Al Baqarah:152)
Π 
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku
2.      memakan makanan halal (An Nahl:114)
  
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan      syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
3.      berdoa dalam memulai segala sesuatu (Q.S. Al-Mu’min: 60)

 dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
4.      sikap dermawan (Al-Baqarah: 274)
š   
orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
           
A.    Kesimpulan
Tradisi lekasan pari pada dasarnya telah ada sejak zaman nenek moyang. Tradisi ini  berisi tentang ritual yang dilaksanakan seorang petani menjelang panen tiba. Dalam ritualnya, tradisi lekasan pari menggunakan beberapa ubarampe yang berupa sesaji dan beberapa perlengkapan seperti kemenyan, ani-ani, dan damen.
Dalam tradisi lekasan pari terdapat pesan-pesan tersirat yang patut di renungkan agar tradisi tersebut tidak hanya menjadi ritual tanpa makna. Selain itu, salah satu penyebab dekadensi budaya pada masa kini adalah karena manusia modern tidak memahami makna dari ritual tersebut sehingga enggan melaksanakan.
Selain sarat makna filosofis, konsep tradisi lekasan pari pun sesuai dengan ajaran Islam, antara lain: perilaku bersyukur, memakan makanan halal, berdoa dalam memulai segala sesuatu, sikap dermawan, dll.
B.     Saran
Ritual yang mengandung banyak kebaikan tersebut tentunya tidak di ciptakan secara semena-mena oleh para pendahulu kita. Oleh karenanya sebagai generasi penerus mereka, seharusnya kita mampu menghargai dan melestarikan dedikasi nenek moyang kita saat dahulu kala.
Kita adalah manusia yang hidup pada masa modern. Dimana modernisasi dan westernisasi menjadi hal yang mutlak. Namun demikian, jangan sampai hal itu menjadikan kita sebagai kacang yang lupa akan kulitnya. Maka yang harus dilakukan adalah menumbuhkan semangat belajar agar jangan sampai menjadi pribadi yang bias toleransi dan nilai budaya.
C.     Penutup
            Demikianlah laporan ini dibuat. Tentunya dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Maka tegur siasah sangat diharapkan guna perbaikan pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indinesia edisi ketiga (Jakarta: Balai
                     Pustaka2005)
Wawancara eksklusif peneliti dengan salah satu sesepuh Desa Menjangan, Bapak Mudiono.




LAMPIRAN
A.           Transkrip Hasil Wawancara

Kode                              : 01/1-W /4-III/ 2008
Nama Informan             : Bapak Mugiono
Tanggal                          : 07 Juni 2015
Jam                                : 13.00-15-00
Disusun Jam                  : 20.30-22.00
Tempat Wawancara       : Rumah Bapak Mudiono
Topik Wawancara          : Tradisi Lekasan Pari Desa Menjangan, Kecamatan Subah,
                                      Kabupaten Batang
No No.


MATERI WAWANCARA
1.
Peneliti
Apa yang dimaksud dengan tradisi lekasan Pari?

Informan
Lekasan berarti sedang mulai, jadi lekasan pari adalah doa-doa yang khusus dilakukan saat akan mulai memanen padi
2.
Peneliti
Mengapa dinamakan lekasan pari?

Informan
Karena ritual ini melihat dari kondisi dan waktunya yang dilakukan saat padi di sawah telah mulai menunjukkan tanda siap panen
3.
Peneliti
Bagaimana sejarah awal tradisi lekasan pari?

Informan
Lekasan Pari ini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Tradisi ini diajarkan oleh yang mbabat alas desa waktu itu, Mbah Singo Joyo. Sekarang makam beliau masih ramai dikunjungi warga sekitar seni, kan?.dahulu mbah Singojoyo dan penduduk desa adalah seorang petani. Namun suatu hari, panen seluruh penduduk gagal. Maka dari itu penduduk percaya bahwa gagalnya panen merupakan akibat dari kedurhakaan penduduk kepada Tuhan. Maka dari itulah diadakan lekasan pari untuk menebus kesalahan mereka.
4.
Peneliti
Apa saja yang diperlukan dalam tradisi lekasan pari?

Informan
Beberapa ubarampe dan sesaji harus ada dalam ritual ini. Ada pun ubarampenya berupa kemenyan, ani-ani, damen padi, dan keris yang dibuat dari cabai merah, bawang merah, bawang putih, jahe, dll. Sedangkan sesajinya berisi nasi tumpeng, lauk yang terdiri dari ayam goreng yang telah dipotong-potong, dua tahu, dua tempe, dua ikan asing, masing-masing harus digoreng.
5.
Peneliti
Adakah makna dari masing-masing ubarampe tersebut?

Informan
Tentu saja. Sebagai contoh Adanya sesajen berupa nasi yang dibentuk menjadi tumpeng / gunungan. Tumpeng bermakna tumekaning penggayuh, yang artinya keinginan yang ingin diraih. Tumpeng berbentuk kerucut / piramida, dengan puncak seperti gunung. Hal ini bermakna keinginan yang memuncak/tinggi tadi yang harus diraih.

Sesajen yang berjumlah dua, mengingatkan kita akan kekuasaan Tuhan. Bahwasannya Tuhan menciptakan sesuatu secara berpasangan. Selain itu sesajen tersebut terdiri dari makhluk hidup (hewan) dan mati (tumbuhan) dalam perspektif orang Jawa. Hal ini menandakan bahwa manusia akan mengalami dua masa yakni hidup dan mati.
6.
Peneliti
Bagaimana pelaksanaan ritual lekasan pari?

Informan
a.               Waktu pelaksanaan lekasan pari adalah sehari sebelum padi dipanen.
b.             Ubarampe yang telah disiapkan dibawa ke sawah. Rombongan keluarga petani dan anak – anak biasanya mendominasi dan ikut serta dalam lekasan pari. Biasanya dipilih tempat dipinggir sawah/di pinggir batas sawah (Jawa : galengan) untuk dilakukan ritual.
c.              Beberapa tanaman padi dibuka untuk menempatkan ubarampe dan ada yang dijadikan satu. Pemilik sawah duduk bersila atau lenggah kenduri. Di sini terdapat prosesi kenduri dalam skala kecil.
d.             Setelah selesai, pemilik sawah membakar damen dan kemenyan membentuk dupa, setelah itu dipanjatkan doa atau mantra sambil mengelilingkan dupa tadi ke tiap sudut sawah yang padinya akan dipanen tanpa terkecuali.
e.              Setelah selesai, pemilik sawah meninggalkan sesajen di sawah. Hal ini sebagai simbol bahwa pemilik sawah telah ikhlas menyerahkan sesajen kepada Dewi Sri.
f.              Setelah petani pemilik sawah tidak tampak lagi, sesajen boleh dimakan oleh siapa saja yang melihatnya. Biasanya sesajen ini menjadi incaran anak-anak kecil yang memang telah mengikuti pemilik sawah sebelumnya.

7.
Peneliti
Mengapa prosesi tersebut harus dilaksanakan oleh pemilik sawah?

Informan
Karena pemilik sawah lah yang telah mendapat karunia berupa padi yang melimpah, yang jumlahnya berlipat-lipat lebih banyak dari benih yang ditanam. Maka sudah sewajarnya ia bersyukur.
8.
Peneliti
Pembelajaran apa yang bisa kita ambil dari ritual tersebut?

Informan
Semua ritual tentunya memiliki filosofi hidup. Diantaranya adalah
Pelaksanaan lekasan pari pada waktu sehari menjelang panen, menandakan bahwa dalam melakukan segala sesuatu, manusia harus mempertimbangkan dengan matang, tidak melakukan sesuatu secara mendadak.

Kemenyan yang dibakar, tentunya dipandang sebagai rangkaian prosesi dalam lekasan itu. Dalam menjalankan “ritual” ini harus bisa meluruskan niat bahwa membakar kemenyan tidak ditujukan kepada arwah/ danyang yang mbaureks, akan tetapi tetap kepada Tuhan
Mengelilingi sawah dari kiri ke kanan melambangkan manusia tentang dua sisi kehidupan. Bahwa kiri (kejahatan) pasti akan dikhiri kanan (kebaikan)

Pembagian sesajen mengajarkan tentang arti bersosialisasi.
Adanya ritual kenduri. Kenduri diartikan kekendelan ingkang diudhari (keberanian yang dibuka, disampaikan).



B.       Dokumen Lapangan
     Dakarenakan pada saat penelitian di lokasi penelitian belum musim panen, maka hanya di sediakan gambar ilustrasi sebagai penggambaran prosesi lekasan pari.
Hasil gambar untuk tradisi wiwitan pari

Hasil gambar untuk tradisi wiwitan pari


C.       Biodata Peneliti

Nama                                     : Lailina Zulfa
TTL                                       : Batang, 16 Juni 1993
Alamat                                   : Desa Menjangan, RT 01/ RW III, Subah, Batang
No. HP                                  : 087831111064
Riwayat Pendidikan             : -   TK Merpati Menjangan (1999)
-          SDN Menjangan                         (2005)
-          MTs. Nurul Huda Limpung (2008)
-          MA Darul Amanah Sukorejo  (2011)
Motto Hidup                           : Barang siapa berjalan pada jalannya, sampailah ia



[1]Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indinesia edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm.827.
[3] Wawancara eksklusif peneliti dengan salah satu sesepuh Desa Menjangan, Bapak Mudiono.

1 komentar: