Selasa, 23 Juni 2015

“NGURI-NGURI” KHAZANAH PENINGGALAN PARA PENYEBAR AGAMA ISLAM DI JAWA TENGAH


“NGURI-NGURI”  KHAZANAH PENINGGALAN PARA PENYEBAR AGAMA ISLAM
DI JAWA TENGAH

Oleh : Lailina Zulfa
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
 Agama Islam masuk ke Jawa bukan serta merta dengan jalan yang mudah tanpa hambatan. Para penyebar Islam di Jawa pun hadir dengan berbagai corak dan keberagaman. Berbicara mengenai siapa penyebar Islam pertama kali di Jawa, hampir semua sejarawan sepakat menyebut satu nama, yakni walisongo.
Islam yang dibawa oleh walisongo sendiri hadir melalui pendekatan hati. Pada masanya, walisongo lebih menekankan pada pembelajaran tasawuf. Jalan tasawuf dipilih oleh walisongo karena pada dasarnya masyarakat Jawa kala itu telah memiliki kepercayaan Hindu-Budha . Melalui ajaran tasawuf (pendekatan hati pada Tuhan), syariat diajarkan dutelusupkan pelan-pelan ke dalam hati masyarakat Jawa kala itu. Tidak ada pemaksaan di sana, sehingga Islam mampu diterima dengan jalan damai dan justru makin meluas hingga saat ini.
Selain walisongo yang konon berjumlah sembilan orang, mereka dibantu oleh ulama-ulama lain dalam menyebarkan Islam di Jawa. Ulama-ulama tersebut kebanyakan adalah para murid walisongo sendiri. Mereka setia mengabdi kepada para murabbinya dalam menjalankan misi dakwah Islam.
Pada akhirnya, perjalanan para penyebar Islam di Jawa tersebut meninggalkan banyak peninggalan bersejarah. Beberapa peninggalan tersebut masih bisa kita saksikan hingga saat ini di museum Ranggawarsita Semarang.
B.       Rumusan Masalah
    Ada pun rumusan masalah yang diambil dalam laporan ini adalah:
1.    Apa saja benda bersejarah peninggalan para penyebar Islam di Jawa Tengah yang masih bisa di temui di museum Ranggawarsita?
2.    Adakah nilai budaya Jawa dan/atau Islam dari benda peninggalan para penyebar Islam di Jawa Tengah?
3.    Bagaimana cara menghargai benda peninggalan para penyebar Islam yang ada di meseum Ranggawarsita?
C.      Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui benda peninggalan para penyebar Islam di Jawa Tengah yang masih bisa di temui di museum Ranggawarsita.
2.      Untuk mengetahui nilai budaya Jawa dan/atau Islam dari benda peninggalan para penyebar Islam di Jawa Tengah
3.      Untuk mengetahui cara menghargai benda peninggalan para penyebar Islam yang ada di meseum Ranggawarsita.



BAB II
LANDASAN TEORI

Definisi
a.       Nguri-nguri
Nguri-nguri merupakan bahasa Jawa yang berartimemelihara untuk melestarikan agar tidak punah. Caranya dengan mencintai dan mengimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Khazanah Peninggalan Para Penyebar Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Khazanah  merupakan kekayaan atau koleksi. Jika berbicara tentang khazanah peninggalan para penyebar Islam, maka yang dimaksud adalah benda-benda yang pernah digunakan oleh para penyebar agama Islam di Jawa untuk berdakwah. Kebanyakan dari benda-benda itu kemudian dikeramatkan oleh beberapa orang yang memang percaya bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan berkat khrisma dari sang pemilik. Selain itu, terkadang benda-benda tersebut memiliki nilai historis yang benar-benar bermakna bagi kehidupan masa kini maupun mendatang.
Pada masanya, benda-benda tersebut mungkin kurang diperhatikan karena pada masa itu, masyarakat masih bisa bertemu langsung dengan para pemiliknya. Masyarakat bisa menimba ilmu langsung dari mereka. Bahkan diantara benda-benda itu ada yang mereka turut gunakan saat berguru. Namun, pada zaman sekarang menjadi istimewa karena masyarakat percaya benda yang digunakan oleh para wali memiliki nilai yang tidak terhingga.


a.        
BAB III
KONDISI LAPANGAN

A.      Koleksi Benda Peninggalan Penyebar Islam di Museum Ranggawarsita
                  Setelah dikunjungi, ternyata ada beberapa peninggalan para wali yang sampai sekarang masih terjaga dan bisa disaksikan di museum Ranggawarsita. Diantara benda-benda peninggalan tersebut adalah:
1.      Wayang
Menurut kitab babad Jawa, wayang merupakan kesenian asli Jawa. Namun, adanya wayang ini berkenaan dengan kisah pewayangan yang diadaptasi dari India. Cerita-cerita dalam pewayangan selalu menggambarkan kebaikan dan keburukan.
Pada masanya, wayang sangat digemari oleh masyarakat Jawa. Hal ini memicu kreativitas walisongo, khususnya Sunan Kalijaga umtuk memanfaatkan kesenian ini sebagai media dakwah. Beliau mengajarkan syari’at secara perlahan melalui totonan wayang. Tidak hanya itu, pementasan wayang juga diiringi dengan lagu dolanan yang sarat pesan moral tentang kehidupan, baik di dunia mau pun kelak setelah meninggal. Selain itu, istilah-istilah dalam pewayangan juga di “othak-athik-mathik” sehingga sesuai dengan konsep ajaran Islam.
Di museum Ranggawarsita, wayang yang digambarkan sudah mengalami perkembangan dari yang ada pada masa awal penyebaran Islam. Meski konsep dasarnya sama, namun wayang-wayang tersebut di gubah menjadi beberapa macam tergantung pada keperluan pementasan. Wayang yang terdapat di museum Ranggawarsita antara lain:
a.       Wayang kidang kencan
            Wayang yang dibuat dalam ukuran medium dan didekorasi dengan cat emas, maka disebut kidang kencana. Tokoh-tokohnya menunjukkan Chandra Sengkala, contoh: Shiwa Manunggang Lembu Angin.
b.      Wayang Kaper
       Wayang yang dibuat dalam ukuran kecil. Wayang ini digunakan untuk latihan memainkan dan pementasan bagi anak-anak.
c.       Wayang Dapura
       Wayang yang menceritakan kisah perkembangan Kerajaan Demak sampai Mataram (Perang Diponegoro). Diciptakan oleh seorang bangsawan Surakarta Danuatmadja pada pertengahan abad ke-19.
d.      Wayang Golek Purwa
       Wayang yang sanga halus. Diperkirakan dibuat sekitar tahun 1900. Masyarakat sekitar menyebutnya Wayang Gedhong. Berasal dari Wiradhesa, Pekalongan.
e.       Wayang Golek Jawa
       Keunikan wayang ini adalah kepala, tubuh, dan kakinya menjadi satu sehingga tidak dapat diputar seperti wayang golek pada umumnya. Tokohnya adalah Jaka Tarub dan Tujuh bidadari.
f.       Wayang Sadat
       Wayang yang menceritakan kisah dalamserat babad Islam di Jawa.diciptakan oleh Suryadi Trucuk dari Klaten, dll.
2.      Replika/maket  komplek Masjid agung Demak.
Replika masjid agung Demak yang ada di museum Ranggawarsita dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Replika tersebut tidak hanya menggambarkan bagian masjidnya saja tetapi juga lokasi sekitar masjid, seperti: halaman masjid, menara masjid, kompleks makam raja-raja Demak, meseum masjid Demak, dll.
Dalam keterangannya, masjid agung Demak merupakan masjid tertua di Jawa. Masjid ini dipercaya sebagai tempat berkumpilnya walisongo untuk mengajarkan ilmu Islam kepada penduduk sekitar Demak Bintara. Terdapat juga keterangan bahwa masjid ini terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan Iman, Islam, Ihsan yang menjadi kunci penting manusia hidup di dunia. Selain itu, terdapat pula “pintu bledeg” yang mengandung candra sengkala. yang dapat dibaca “Naga Mulat Sakra Wana” yang berarti 1388 Saka atau1466 M atau 887 H.  masjid ini ditopang oleh delapan buah tiang yang diambil dari Kerajaan Majapahit atau sering dinamakan “Saka Majapahit.”
3.      Replika Menara Masjid Kudus
Dalam replika ini, terdapat pula bangunan masjid Al-Aqsha Kudus. Akan tetapi dikarenakan keunikannya, yang lebih ditonjolkan di museum adalah bangunan menaranya. Menara ini menyerupai corak bangunan Hindu/perpaduan Islam dan Hindu. Hal ini karena salah satu istri dari Sunan Kudus selaku pendiri masjid menara Kudus berasal dari golongan beragama Hindu.
Menara Kudus Terdiri dari tiga bagian yaitu:kaki, badan, dan puncak menara. Menara ini berada satu kompleks dengan masjid Kudus, tepatnya di sisi kanan. Arsiteknya mengatur pada bangunan pura (seperti di Bali).menara didirikan bersamaan dengan pembanguna masjid yakni pada abad ke -16. Masjid Kudus terletak di Desa Kauman, kabupaten Kudus.
4.      Padasan Sunan Bayat
Padasan Sunan Bayat yang berada di museum Ranggawarsita bukanlah padasan asli yang digunakan oleh Sunan Bayat di jabalkat. Hal itu karena padasan aslinya masih digunakan sampai sekarang.
Padasan yang juga disebut dengan Gentong Sinaga ini menurut sejarah adalah tempat air wudlu Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran II). Pada masa Sunat Bayat berguru kepada Sunan Kalijaga di Jabalkat, padasan ini sangat penting karena Sunan tinggal di atas gunung. Sedangkan sumber air berada di bawah. Maka padasan inilah yang digunakan sebagai wadah. Apabila air habis, yang bertugas mengambil adalah Syekh Domba, yang merupakan pengikut setia Sunan Bayat. Tugas tersebut juga sebagai sarana penguji kesabaran Syekh Domba yang sedang menjalankan proses pertobatan.dari kesalahan sebelumnya. Berkat kesabaran dan keikhlasannya pula, Syekh Domba yang konon kepalanya berwujud domba bisa menjadi manusia kembali. Hingga saat ini, padasan tersebut masih ada dan digunakan para peziarah untuk mengambil air atau sekedar bersuci saat memasuki kompleks pemakaman Sunan Bayat.
5.      Jambangan
Jambangan yang terdapat dalam museum Ranggawarsita adalah jambangan yang terbuat dari tanah liat dengan ukuran yang besar. Saying, jambangan itu kini tidak utuh lagi dikarenakan faktor usia dan kurang mendapatp perhatian sebelum disimpan di museum.
Jambangan berasal dari Rembang. Dahulu, jambangan berfungsi sebagai wadah air yang akan digunaka untuk bersuci sebelum memasuki makam tokoh Islam Nyi Ageng Maloka. Beliau adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam di Rembang. Berdasarkan tipe nisannya yang terdapat  di Troloyo, diperkirakan makam berasal dari abad ke-15 M.
6.      Al-Qur’an tulisan tangan
      Al- Qur’an tulisan tangan berasal dari Surakarta. Al-qur’an bersampul kulit dengan hiasan bercorak Eropa dan berhuruf Arab ini diperkirakan dibuat pada awalabad ke-19.

B.     Nilai budaya yang terkandung dalam benda-benda peninggalan Penyebar Islam di Museum Ranggawarsita

Benda historis selalu tidak pernah bisa lepas dengan budaya. Bahkan, terkadang benda-benda tersebut menjadi saksi bisu bahwa pada masanya pernah terjadi suatu peradaban. Sama halnya dengan benda-benda peninggalan para penyebar Islam. Benda tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya yang bisa menuntun kita kepada kesadaran makna sejarah.
Peninggalan para penyebar Islam tersebut tentunya diciptakan bukan tanpa makna. Para pembawa Islam tanah Jawa bahkan sangat memperhitungkan terhadap apa yang mereka bawa maupun ciptakan pun begitu dengan peninggalan yang sampai sekarang masih bisa disaksikan. Ada pun makna dari peninggalan-peninggalan tersebut antara lain:
1.         Dalam segi arsitektur, corak perpaduan kebudayaan Islam, Hindu, dan Jawa sangat kentara. Hal ini menunjukkan betapa para wali sangat toleran dalam  beragama. Tidak ada pemaksaan ataupun pengkafiran terhadap ajaran lain. Maka sebagai generasi yang menganut agama yang diajarkan mereka dan memiliki ilmu yang tidak ada seujung kukunya, jangan sampai kita menjadi pribadi yang bias budaya.
2.         Padasan dan jambangan sebagaitempat air wudlu, menunjukkan betapa Islam sangat berhati-hati dalam masalah Thaharah (bersuci). Tidak sembarang air bisa untuk bersuci sehingga ditempatkan pada wadah khusus.
3.         Al-qur’an tulisan tangan. Al-qur’an ini masih sangat terjaga bentuk dan keasliannya hingga sekarang. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu orang-orang sangat menjunjung kitab suci dan menjaganya dengan sebaik mungkin.




BAB IV
ANALISA LAPANGAN

Menghargai Warisan Budaya Para Penyebar Islam di Jawa Tengah.
            Apa yang telah dikemukakan diatas menyadarkan bahwa sejarang memang sangat penting. Tanpa sejarah, manusia tidak akan pernah tahu siapa dirinya. Agar generasi mendatang tidak buta sejarah dan maknanya, maka kewajiban kita adalah menjaganya sebaik mungkin. Ada pun beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menghargai dan menjaga barang bersejarah antara lain:
1.       Pelestarian harus diawali dengan apresiasi. Dengan mengapresiasi, kita telah mengakui bahwa peninggalan para wali memang patut untuk dipertahankan.
2.      Pengelolaan. Hal ini berkaitan denga pemeliharaan agar hasil budaya bangsa tersebut tetap utuh seperti aslinya. Mengingat bahwa berbagai peninggalan cenderung telah rapuh, maka diperlukan upaya pengelolaan yang tepat, khususnya menyangkut fasilitas penyimpanan,seperti museum.
3.      Akses, maksudnya adalah bagaimana masyarakat dapat mengakses benda-benda bersejarah tersebut agar tidak hanya menjadi pajangan. Pada era digital ini, sosial media bisa dijadikan sebagai media untuk mengabadikan bentuk peninggalan tersebut sekaligus menyebarluaskannya.
4.      Berusaha mengamalkan apa yang telah diajarkan para pendahulu kita. Seperti yang diketahui, mereka sukses mengislamkan masyarakat Jawa tanpa mencabut mereka dari kebudayaan asal. Ini membuktikan bahwa teori “manut milining banyu” bukan sebuah slogan kosong, dll.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
                             Islam yang dibawa oleh walisongo sendiri hadir melalui pendekatan hati. Pada masanya, walisongo lebih menekankan pada pembelajaran tasawuf. Para penyebar Islam sangat toleran dalam meyebarkan agama. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya benda-benda peninggalan para wali yang masih tersimpan rapi di museum Ranggawarsita.. Diantara peninggalan tersebut adalah: Wayang, replika/maket  komplek masjid agung Demak, replika menara masjid Kudus, Padasan Sunan Bayat, Jambangan, Al-Qur’an tulisan tangan.
                             Masing-masing benda tersebut memiliki nilai budaya yang tak bisa dipungkiri lagi. Diantaranya adalah, perpaduan budaya Islam, Hindu, Jawa mengandung nilai toleransi, nilai Keislaman pada padasan dan jambangan yang melambangkan kehati-hatian agama Islam dalam masalah kesucian, serta Al-qur’an tulisan tangan yang melambangkan kepedulian masyarakat terhadap kitab suci agama Islam.
                             Berbagai hal bisa dilakukan untuk melestarikan budaya yang diwariskan para wali, diantaranya: mengapresiasi budaya peninggalan para wali, memasyarakatkan kebudayaan dengan berbagai media, berusaha mengamalkan apa yang diajarkan para wali.
B.       Saran
Sejarah adalah halyang mengantarkan manusia sampai pada masanya. Demikian pula dengan benda-benda bersejarah yang di wariskan para wali. Mempelajarinya membuat kita tahu dari mana kita berasal. Maka sepantasnya kita menguri-nguri apa yang masih bisa kita saksikan sehingga warisan tersebut masih bisa disaksikan anak-cucu kita kelak.
Jangan sampai apa yang diusahakan mati-matian oleh para pembawa sejarah akan sia-sia oleh segelintir oknum yang bias sejarah dan budaya. Maka, untuk bisa memandang tepat, kita harusnya menggunakan kacamata budaya dalam hal ini.
C.      PENUTUP
                 Demikian laporan ini disusun. Tentunya masih terdapat kekurangan karena berbagai keterbatasan peneliti. Oleh karenanya tegur siasah diharapkan untuk memperbaiki laporan penelitian selanjutnta. Terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu proses penelitian.
LAMPIRAN

DOKUMENTASI PENELITIAN

                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar