“NGURI-NGURI”
KHAZANAH PENINGGALAN PARA PENYEBAR AGAMA ISLAM
DI
JAWA TENGAH
Oleh : Lailina Zulfa
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam masuk ke Jawa
bukan serta merta dengan jalan yang mudah tanpa hambatan. Para penyebar Islam
di Jawa pun hadir dengan berbagai corak dan keberagaman. Berbicara mengenai
siapa penyebar Islam pertama kali di Jawa, hampir semua sejarawan sepakat
menyebut satu nama, yakni walisongo.
Islam yang dibawa oleh walisongo sendiri hadir melalui pendekatan
hati. Pada masanya, walisongo lebih menekankan pada pembelajaran tasawuf. Jalan
tasawuf dipilih oleh walisongo karena pada dasarnya masyarakat Jawa kala itu
telah memiliki kepercayaan Hindu-Budha . Melalui ajaran tasawuf (pendekatan
hati pada Tuhan), syariat diajarkan dutelusupkan pelan-pelan ke dalam hati
masyarakat Jawa kala itu. Tidak ada pemaksaan di sana, sehingga Islam mampu
diterima dengan jalan damai dan justru makin meluas hingga saat ini.
Selain walisongo yang konon berjumlah sembilan orang, mereka
dibantu oleh ulama-ulama lain dalam menyebarkan Islam di Jawa. Ulama-ulama
tersebut kebanyakan adalah para murid walisongo sendiri. Mereka setia mengabdi
kepada para murabbinya dalam menjalankan misi dakwah Islam.
Pada akhirnya, perjalanan para penyebar Islam di Jawa tersebut
meninggalkan banyak peninggalan bersejarah. Beberapa peninggalan tersebut masih
bisa kita saksikan hingga saat ini di museum Ranggawarsita Semarang.
B.
Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah
yang diambil dalam laporan ini adalah:
1.
Apa saja benda bersejarah peninggalan para penyebar Islam di Jawa
Tengah yang masih bisa di temui di museum Ranggawarsita?
2.
Adakah nilai budaya Jawa dan/atau Islam dari benda peninggalan para
penyebar Islam di Jawa Tengah?
3.
Bagaimana cara menghargai benda peninggalan para penyebar Islam
yang ada di meseum Ranggawarsita?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui benda peninggalan para penyebar Islam di Jawa
Tengah yang masih bisa di temui di museum Ranggawarsita.
2.
Untuk mengetahui nilai budaya Jawa dan/atau Islam dari benda
peninggalan para penyebar Islam di Jawa Tengah
3.
Untuk mengetahui cara menghargai benda peninggalan para penyebar
Islam yang ada di meseum Ranggawarsita.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Definisi
a.
Nguri-nguri
Nguri-nguri
merupakan bahasa Jawa yang berartimemelihara untuk melestarikan agar tidak
punah. Caranya dengan mencintai dan mengimplementasi dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Khazanah Peninggalan
Para Penyebar Islam
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Khazanah merupakan
kekayaan atau koleksi. Jika
berbicara tentang khazanah peninggalan
para penyebar Islam, maka yang dimaksud adalah benda-benda yang pernah
digunakan oleh para penyebar agama Islam di Jawa untuk berdakwah. Kebanyakan
dari benda-benda itu
kemudian dikeramatkan oleh beberapa orang yang memang percaya bahwa benda-benda
tersebut memiliki kekuatan berkat khrisma dari sang pemilik. Selain itu,
terkadang benda-benda tersebut memiliki nilai historis yang benar-benar bermakna
bagi kehidupan masa kini maupun mendatang.
Pada masanya,
benda-benda tersebut mungkin kurang diperhatikan karena pada masa itu,
masyarakat masih bisa bertemu langsung dengan para pemiliknya. Masyarakat bisa
menimba ilmu langsung dari mereka. Bahkan diantara benda-benda itu ada yang
mereka turut gunakan saat berguru. Namun, pada zaman sekarang menjadi istimewa
karena masyarakat percaya benda yang digunakan oleh para wali memiliki nilai
yang tidak terhingga.
a.
BAB III
KONDISI
LAPANGAN
A.
Koleksi Benda Peninggalan Penyebar Islam di Museum Ranggawarsita
Setelah dikunjungi, ternyata ada beberapa
peninggalan para wali yang sampai sekarang masih terjaga dan bisa disaksikan di
museum Ranggawarsita. Diantara benda-benda peninggalan tersebut adalah:
1.
Wayang
Menurut kitab babad Jawa, wayang merupakan kesenian asli Jawa.
Namun, adanya wayang ini berkenaan dengan kisah pewayangan yang diadaptasi dari
India. Cerita-cerita dalam pewayangan selalu menggambarkan kebaikan dan
keburukan.
Pada masanya, wayang sangat digemari oleh masyarakat Jawa. Hal ini
memicu kreativitas walisongo, khususnya Sunan Kalijaga umtuk memanfaatkan
kesenian ini sebagai media dakwah. Beliau mengajarkan syari’at secara perlahan
melalui totonan wayang. Tidak hanya itu, pementasan wayang juga diiringi dengan
lagu dolanan yang sarat pesan moral tentang kehidupan, baik di dunia mau pun
kelak setelah meninggal. Selain itu, istilah-istilah dalam pewayangan juga di “othak-athik-mathik”
sehingga sesuai dengan konsep ajaran Islam.
Di museum Ranggawarsita, wayang yang digambarkan sudah mengalami
perkembangan dari yang ada pada masa awal penyebaran Islam. Meski konsep
dasarnya sama, namun wayang-wayang tersebut di gubah menjadi beberapa macam
tergantung pada keperluan pementasan. Wayang yang terdapat di museum
Ranggawarsita antara lain:
a.
Wayang kidang kencan
Wayang yang dibuat
dalam ukuran medium dan didekorasi dengan cat emas, maka disebut kidang
kencana. Tokoh-tokohnya menunjukkan Chandra Sengkala, contoh: Shiwa Manunggang
Lembu Angin.
b.
Wayang Kaper
Wayang yang dibuat
dalam ukuran kecil. Wayang ini digunakan untuk latihan memainkan dan pementasan
bagi anak-anak.
c.
Wayang Dapura
Wayang yang
menceritakan kisah perkembangan Kerajaan Demak sampai Mataram (Perang
Diponegoro). Diciptakan oleh seorang bangsawan Surakarta Danuatmadja pada
pertengahan abad ke-19.
d.
Wayang Golek Purwa
Wayang yang sanga
halus. Diperkirakan dibuat sekitar tahun 1900. Masyarakat sekitar menyebutnya
Wayang Gedhong. Berasal dari Wiradhesa, Pekalongan.
e.
Wayang Golek Jawa
Keunikan wayang ini
adalah kepala, tubuh, dan kakinya menjadi satu sehingga tidak dapat diputar
seperti wayang golek pada umumnya. Tokohnya adalah Jaka Tarub dan Tujuh
bidadari.
f.
Wayang Sadat
Wayang yang
menceritakan kisah dalamserat babad Islam di Jawa.diciptakan oleh Suryadi
Trucuk dari Klaten, dll.
2.
Replika/maket komplek Masjid
agung Demak.
Replika masjid agung Demak yang ada
di museum Ranggawarsita dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Replika tersebut
tidak hanya menggambarkan bagian masjidnya saja tetapi juga lokasi sekitar
masjid, seperti: halaman masjid, menara masjid, kompleks makam raja-raja Demak,
meseum masjid Demak, dll.
Dalam keterangannya, masjid agung
Demak merupakan masjid tertua di Jawa. Masjid ini dipercaya sebagai tempat
berkumpilnya walisongo untuk mengajarkan ilmu Islam kepada penduduk sekitar
Demak Bintara. Terdapat juga keterangan bahwa masjid ini terdiri dari tiga
bagian yang menggambarkan Iman, Islam, Ihsan yang menjadi kunci penting manusia
hidup di dunia. Selain itu, terdapat pula “pintu bledeg” yang mengandung
candra sengkala. yang dapat dibaca “Naga Mulat Sakra Wana” yang
berarti 1388 Saka atau1466 M atau 887 H. masjid ini ditopang oleh delapan buah tiang
yang diambil dari Kerajaan Majapahit atau sering dinamakan “Saka Majapahit.”
3.
Replika Menara Masjid Kudus
Dalam replika ini, terdapat pula
bangunan masjid Al-Aqsha Kudus. Akan tetapi dikarenakan keunikannya, yang lebih
ditonjolkan di museum adalah bangunan menaranya. Menara ini menyerupai corak
bangunan Hindu/perpaduan Islam dan Hindu. Hal ini karena salah satu istri dari
Sunan Kudus selaku pendiri masjid menara Kudus berasal dari golongan beragama
Hindu.
Menara Kudus Terdiri dari tiga
bagian yaitu:kaki, badan, dan puncak menara. Menara ini berada satu kompleks
dengan masjid Kudus, tepatnya di sisi kanan. Arsiteknya mengatur pada bangunan
pura (seperti di Bali).menara didirikan bersamaan dengan pembanguna masjid
yakni pada abad ke -16. Masjid Kudus terletak di Desa Kauman, kabupaten Kudus.
4.
Padasan Sunan Bayat
Padasan Sunan Bayat yang berada di museum Ranggawarsita bukanlah
padasan asli yang digunakan oleh Sunan Bayat di jabalkat. Hal itu karena
padasan aslinya masih digunakan sampai sekarang.
Padasan yang juga disebut dengan Gentong Sinaga ini menurut sejarah
adalah tempat air wudlu Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran II). Pada masa Sunat
Bayat berguru kepada Sunan Kalijaga di Jabalkat, padasan ini sangat penting
karena Sunan tinggal di atas gunung. Sedangkan sumber air berada di bawah. Maka
padasan inilah yang digunakan sebagai wadah. Apabila air habis, yang bertugas
mengambil adalah Syekh Domba, yang merupakan pengikut setia Sunan Bayat. Tugas
tersebut juga sebagai sarana penguji kesabaran Syekh Domba yang sedang menjalankan
proses pertobatan.dari kesalahan sebelumnya. Berkat kesabaran dan keikhlasannya
pula, Syekh Domba yang konon kepalanya berwujud domba bisa menjadi manusia
kembali. Hingga saat ini, padasan tersebut masih ada dan digunakan para
peziarah untuk mengambil air atau sekedar bersuci saat memasuki kompleks
pemakaman Sunan Bayat.
5.
Jambangan
Jambangan yang terdapat dalam museum Ranggawarsita adalah jambangan
yang terbuat dari tanah liat dengan ukuran yang besar. Saying, jambangan itu
kini tidak utuh lagi dikarenakan faktor usia dan kurang mendapatp perhatian
sebelum disimpan di museum.
Jambangan berasal dari Rembang. Dahulu, jambangan berfungsi sebagai
wadah air yang akan digunaka untuk bersuci sebelum memasuki makam tokoh Islam
Nyi Ageng Maloka. Beliau adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam di
Rembang. Berdasarkan tipe nisannya yang terdapat di Troloyo, diperkirakan makam berasal dari
abad ke-15 M.
6.
Al-Qur’an tulisan tangan
Al- Qur’an tulisan
tangan berasal dari Surakarta. Al-qur’an bersampul kulit dengan hiasan bercorak
Eropa dan berhuruf Arab ini diperkirakan dibuat pada awalabad ke-19.
B.
Nilai budaya yang terkandung dalam benda-benda peninggalan Penyebar
Islam di Museum Ranggawarsita
Benda historis selalu tidak pernah
bisa lepas dengan budaya. Bahkan, terkadang benda-benda tersebut menjadi saksi
bisu bahwa pada masanya pernah terjadi suatu peradaban. Sama halnya dengan
benda-benda peninggalan para penyebar Islam. Benda tersebut memiliki nilai
sejarah dan budaya yang bisa menuntun kita kepada kesadaran makna sejarah.
Peninggalan para penyebar Islam
tersebut tentunya diciptakan bukan tanpa makna. Para pembawa Islam tanah Jawa
bahkan sangat memperhitungkan terhadap apa yang mereka bawa maupun ciptakan pun
begitu dengan peninggalan yang sampai sekarang masih bisa disaksikan. Ada pun
makna dari peninggalan-peninggalan tersebut antara lain:
1.
Dalam segi arsitektur, corak perpaduan kebudayaan Islam, Hindu, dan
Jawa sangat kentara. Hal ini menunjukkan betapa para wali sangat toleran
dalam beragama. Tidak ada pemaksaan
ataupun pengkafiran terhadap ajaran lain. Maka sebagai generasi yang menganut
agama yang diajarkan mereka dan memiliki ilmu yang tidak ada seujung kukunya,
jangan sampai kita menjadi pribadi yang bias budaya.
2.
Padasan dan jambangan sebagaitempat air wudlu, menunjukkan betapa
Islam sangat berhati-hati dalam masalah Thaharah (bersuci). Tidak
sembarang air bisa untuk bersuci sehingga ditempatkan pada wadah khusus.
3.
Al-qur’an tulisan tangan. Al-qur’an ini masih sangat terjaga bentuk
dan keasliannya hingga sekarang. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu
orang-orang sangat menjunjung kitab suci dan menjaganya dengan sebaik mungkin.
BAB
IV
ANALISA
LAPANGAN
Menghargai
Warisan Budaya Para Penyebar Islam di Jawa Tengah.
Apa yang telah dikemukakan diatas menyadarkan
bahwa sejarang memang sangat penting. Tanpa sejarah, manusia tidak akan pernah
tahu siapa dirinya. Agar generasi mendatang tidak buta sejarah dan maknanya,
maka kewajiban kita adalah menjaganya sebaik mungkin. Ada pun beberapa upaya
yang bisa dilakukan untuk menghargai dan menjaga barang bersejarah antara lain:
1.
Pelestarian harus diawali
dengan apresiasi. Dengan mengapresiasi, kita telah mengakui bahwa peninggalan
para wali memang patut untuk dipertahankan.
2.
Pengelolaan. Hal ini berkaitan denga pemeliharaan agar hasil budaya
bangsa tersebut tetap utuh seperti aslinya. Mengingat bahwa berbagai
peninggalan cenderung telah rapuh, maka diperlukan upaya pengelolaan yang
tepat, khususnya menyangkut fasilitas penyimpanan,seperti museum.
3.
Akses, maksudnya adalah bagaimana masyarakat dapat mengakses
benda-benda bersejarah tersebut agar tidak hanya menjadi pajangan. Pada era
digital ini, sosial media bisa dijadikan sebagai media untuk mengabadikan
bentuk peninggalan tersebut sekaligus menyebarluaskannya.
4.
Berusaha mengamalkan apa yang telah diajarkan para pendahulu kita.
Seperti yang diketahui, mereka sukses mengislamkan masyarakat Jawa tanpa
mencabut mereka dari kebudayaan asal. Ini membuktikan bahwa teori “manut
milining banyu” bukan sebuah slogan kosong, dll.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Islam
yang dibawa oleh walisongo sendiri hadir melalui pendekatan hati. Pada masanya,
walisongo lebih menekankan pada pembelajaran tasawuf. Para penyebar Islam
sangat toleran dalam meyebarkan agama. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya
benda-benda peninggalan para wali yang masih tersimpan rapi di museum
Ranggawarsita.. Diantara peninggalan tersebut adalah: Wayang,
replika/maket komplek masjid agung
Demak, replika menara masjid Kudus, Padasan Sunan Bayat, Jambangan, Al-Qur’an
tulisan tangan.
Masing-masing
benda tersebut memiliki nilai budaya yang tak bisa dipungkiri lagi. Diantaranya
adalah, perpaduan budaya Islam, Hindu, Jawa mengandung nilai toleransi, nilai
Keislaman pada padasan dan jambangan yang melambangkan kehati-hatian agama
Islam dalam masalah kesucian, serta Al-qur’an tulisan tangan yang melambangkan
kepedulian masyarakat terhadap kitab suci agama Islam.
Berbagai
hal bisa dilakukan untuk melestarikan budaya yang diwariskan para wali,
diantaranya: mengapresiasi budaya peninggalan para wali, memasyarakatkan
kebudayaan dengan berbagai media, berusaha mengamalkan apa yang diajarkan para
wali.
B.
Saran
Sejarah adalah halyang mengantarkan manusia sampai pada masanya.
Demikian pula dengan benda-benda bersejarah yang di wariskan para wali.
Mempelajarinya membuat kita tahu dari mana kita berasal. Maka sepantasnya kita
menguri-nguri apa yang masih bisa kita saksikan sehingga warisan tersebut masih
bisa disaksikan anak-cucu kita kelak.
Jangan sampai apa yang diusahakan mati-matian oleh para pembawa
sejarah akan sia-sia oleh segelintir oknum yang bias sejarah dan budaya. Maka,
untuk bisa memandang tepat, kita harusnya menggunakan kacamata budaya dalam hal
ini.
C. PENUTUP
Demikian laporan ini disusun. Tentunya masih
terdapat kekurangan karena berbagai keterbatasan peneliti. Oleh karenanya tegur
siasah diharapkan untuk memperbaiki laporan penelitian selanjutnta. Terimakasih
untuk semua pihak yang telah membantu proses penelitian.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar